Wednesday, September 24, 2003

Frustasi!

Dilemparkannya botol bir ke tembok, tidak pecah. Hanya suara dentuman yang tumpul dan lembab. Botol itu jatuh ke kasur dibawahnya, lagi-lagi dengan dentuman yang tumpul dan lembab.

FUCK! Sith berteriak, matanya jalang menatap langit-langit kamar yang berjamur.

Fuck! Fuck! Fuck! Fuck! setiap kata diucapkannya semakin keras dan semakin penuh kemarahan.

Mungkin itu satu-satunya cara Sith untuk menyampaikan emosinya: sebuah keputusasaan yang tiada henti-hentinya. Sith tidak ingin merasa kasihan pada dirinya sendiri, ia ingin menyalahkan orang lain. Sayang, tidak ada orang lain disitu.

Sith hanya sendiri. Dalam kamar yang pengap, tumpul dan lembab. Kamar yang dipenuhi bau-bau asing dari kaus kaki, sepatu dan keringat yang menumpuk.

Komputernya adalah satu-satunya hiburan. Bahkan, komputer telah menjadi hidupnya. Karena kedua kakinya yang buntung tidak memungkinkan Sith pergi kemana-mana dengan mudah.

Sith pernah punya kaki yang utuh, bertahun-tahun lalu. Terlalu lama di masa lalu untuk diingatnya.

Ia menatap lagi komputer yang tidak bergeming, satu-satunya benda yang tidak akan pernah ia kasari. Semarah apapun Sith, ia tak pernah mau memukul, menggebrak, menendang apalagi melempar komputernya itu. Satu-satunya hartanya, jiwanya, hidupnya yang paling berharga.

Ia mengambil lagi bir dari lemari pendingin mini-nya. Membukanya dengan pembuka botol bergambar Smiley Face, kuning dan tersenyum dengan mata dua buah tanda silang.

Di layar komputer satu kalimat yang paling membuatnya frustasi terjejer rapih dalam kotak chat:

Softspot:kamu mau ketemu aku?

b33tch!

Sri duduk di depan komputer, wajahnya memerah karena terlalu lama menatap monitor 17 inchi. Tapi saat ini ia sedang melihat ke bawah, menunduk tepatnya, memperhatikan jari-jari kakinya yang mulai memucat dan mengkerut.

Mungkin terlalu banyak keringat yang berkumpul dalam kaus kaki dan sepatu, ujar suara kecil yang tampaknya berasal dari bahunya sendiri.
Pasti karena itu, Sri menjawab, matanya masih tetap menatap dengan heran pada jari-jari kaki yang keriput disana-sini karena basah.

Sri baru selesai membaca tulisan online dengan judul Seks untuk Hacker sebuah tulisan komprehensif yang menjelaskan cara-cara berhubungan seks dengan lawan jenis, dengan bahasa yang mudah dipahaminya. Sri adalah seorang hacker, artinya ia sangat senang membongkar pasang elektronik, mengutak-atik sistem komputer dan sesekali membuat panik jaringan internet dengan mempublikasikan kelemahan-kelemahan sebuah sistem.

Sri, adalah seorang hacker, pahami ini sebagai kata halus untuk menyebutnya seorang maniak teknologi yang tidak memiliki waktu untuk bersosialisasi. Kecuali, tentunya, sosialisasi itu dilakukan melalui perantara mesin seperti di ruang chatting, email atau instant messenger.

Sri dikenal dengan nama softspot di kalangan bawah tanah. Hacker perempuan ini sudah malang melintang 5 tahun di dunia bawah tanah, namanya cukup terkenal namun sama sekali belum ada yang tahu wajahnya seperti apa.

Sekedar tahu saja, Sri tidak bisa dibilang cantik seperti kategori foto model dan (ehm) tidak memiliki buah dada yang besar, atau karakter fisik lain yang bisa dibilang seksi. Tapi Sri percaya pada kata-kata StJude, aktivis hacker wanita yang sudah meninggal, tidak perlu dada yang besar untuk menggaet pria.

Triing! suara seperti dering peri dalam kisah-kisah dongeng menggema di ruangan itu. Itu bukan suara peri, tetapi aplikasi instant messenger-nya yang menandakan ada seseorang mencoba berkomunikasi dengannnya. (Sri menjalankan aplikasi Yahoo Messenger di mesin Linux, salah satu dari beberapa komputer yang mengonggok di kamarnya).

Pria itu lagi, gumam Sri. Sudah beberapa hari ini pria itu selalu berusaha menghubungi Sri, entah siapa pria ini.

Bagaimana jika pria ini aku gunakan untuk mempraktekkan tulisan itu? gumam Sri sendiri. Suara di bahunya menghembuskan napas, sepertinya hendak mengatakan sesuatu.