Sunday, November 23, 2003

Rene Si Cantik

Rene duduk terpaku. Ia menatap lukisan yang bergantung di tembok di hadapannya. Lukisan itu menggambarkan seorang wanita, persis seperti dirinya. Hanya saja, wanita itu nampak lebih bahagia dari Rene.

Rene pemurung. Setelah lelah menumpahkan kekesalannya dengan menatap lukisan itu, ia berjalan menunduk menuju kamarnya. Kamarnya terletak di lantai tiga kastil itu, tepat di menara barat yang menghadap ke danau jernih.

Sayangnya, Rene tidak pernah sempat menikmati danau yang indah, yang permukaannya mengkilap dibilas sinar matahari setiap pagi dan senja. Ia hanya punya waktu untuk mengeluhkan angin yang tajam mengiris-iris kulitnya, matahari yang terlalu terik untuk berjalan-jalan atau langit yang terlalu luas.

Ah, ya. Rene sebenarnya cantik. Tengoklah wajahnya yang bulat telur. Kulitnya putih gading dan lembut. Bola matanya yang coklat dihiasi oleh bulu mata yang lentik. Bibirnya? Ah, ya. Bibirnya yang merah segar dan penuh itu sering nampak menggemaskan bila mulai bergerak.

Sayangnya, Rene hanya senang merengut, merajuk dan menunduk. Ia lebih sering menitikkan air mata, murung dan sedih.

Rene tidak selalu begitu, dulu ia adalah gadis yang periang. Ia memerintahkan pembuatan taman yang indah di belakang kastil ini. Taman yang lengkap dengan segala air mancur dan jalan setapak yang dibuat dari batu-batu putih keemasan.

Suatu hari, seorang pemanah melepaskan panahnya menembus lambung Rene. Rene yang limbung menyeret jejak darah hingga ke dalam kastil, mengurung diri dalam kamarnya, dan hanya keluar untuk tenggelam dalam kesedihan. Karena, setelah panah itu mengoyak lambungnya dan menghabiskan darahnya, ia tidak bisa lagi menikmati taman yang indah, danau yang jernih atau apapun yang ada di kastil itu.

Thursday, November 20, 2003

Kukuruyuk

Ia mengurung dirinya dalam sebuah kurungan ayam. Bukan kurungan yang dibuat dari keratan bambu, tapi yang dibuat dari besi dan memiliki atap. Persis seperti yang dimiliki orang-orang kaya untuk ayam bekisar.

Semalaman ia tidur disitu. Kabarnya sih, mimpinya enak dan tidurnya nyenyak di kurungan ayam. Entahlah, mungkin memang dia sukanya begitu.

Tapi yang dibuat kelimpungan bukan istri atau anak-anaknya. Saleh punya seorang pembantu yang tugasnya khusus membersihkan kandang ayam. Setiap pagi Pipin, pembantunya itu, ditugasi untuk membersihkan 128 kandang ayam yang ada di rumah Kepala Kantor Kejaksaan itu. Kandang-kandang itu beragam, mulai dari yang terbuat dari kawat ayam hingga kandang super mewah yang dilengkapi pancuran air, sistem keamanan berkamera Closed-Circuit dan pintu gerbang dengan sistem identifikasi biometric. Wuih!

Pipin cuma bisa terbengong-bengong saat pagi itu ia melihat kandang itu diisi oleh majikannya sendiri. Tidak tega rasa hatinya untuk membangunkan pria tambun yang sedang tertidur nyenyak itu. Sepertinya dosa besar membangunkan seseorang yang sedang tidur seperti bayi yang baru kenyang netek.

Pipin mengetuk-ngetuk atap kandang ayam itu. Pelan-pelan sekali ia berbisik, dengan khidmat dan sopan. "Paaak.... bangun paak... pak Saleh? kandangnya mau saya bersihkan duluu..." suara perempuan asal Cipelang, Bogor, itu lirih sekali.

Lalu, tubuh Pak Saleh bergeliat perlahan. Matanya membuka. Ia melihat ke langit yang hampir terang. Lalu, tanpa peringatan apapun. Meneriakkan kokokannya. Hanya bunyinya bukan 'kukuruyuk' seperti lazimnya ayam.