Wednesday, December 10, 2003

Mencintai Selamanya

Ia berjalan perlahan sepanjang gang yang ramai dengan penjual makanan (uap kaldu sapi yang mengepul, aroma menyengat dari bawang dan cabai yang digoreng, segarnya campuran nangka dan sirup), penjual cd bajakan (nada lagu jazzy, rock atau pop silih berganti membuat bising) dan beberapa tempat yang menyediakan jasa fotokopi (aroma tinta, kertas dan lampu kehijauan yang sesekali mengintip dari balik mesin fotokopi).

Di sampingnya seorang wanita berjalan seiring. Tidak ada yang bisa melihat wanita itu kecuali dirinya.

"Mengapa kamu masih disini?"

Wanita itu diam tak menjawab.

"Kamu sudah mati Dis, Ia telah mengambil nyawamu dari sisiku,"

Wanita itu masih saja berjalan disisinya, tak menghiraukan.

"Kenapa kamu masih disini?"

Wanita itu menunduk sedikit, seperti yang biasa dilakukannya jika sedang bertengkar.

"Jangan begini dong. Kamu tahu aku sedih sekali kalau kamu terus seperti ini,"

"Dis, pulanglah. Kamu sudah tidak boleh ada disini lagi," lanjut pria itu, matanya berkaca-kaca.

Dari kantong celananya, pria itu mengambil sebungkus rokok. Ia berusaha menyalakan rokok itu, tapi pemantiknya selalu ditiup angin.

Setelah beberapa kali mencoba, pria itu baru sadar kalau malam itu tidak ada angin sedikitpun.

"Dis, biarkan aku merokok. Toh, kamu juga tidak bisa mencium baunya lagi, tidak bisa menghirup asapnya lagi,"

Wanita itu menunduk, matanya berkaca-kaca.

Mereka sampai di ujung gang. Jalan raya di depan ramai dengan mobil yang lalu lalang dan orang-orang yang kemalaman, menunggu angkutan terakhir kemanapun.

"Jawab aku Dis. Kenapa kamu masih disini?"

"Aku sudah berjanji untuk mencintaimu selamanya... dan selamanya berarti selamanya, bukan sekedar seumur hidupku," bisiknya perlahan, mulutnya tidak bergerak, namun suaranya terdengar jelas di kuping pria itu.

Tiba-tiba malam menjelma dingin sekali.

No comments: