Saturday, December 20, 2003

Sisi Tempat Tidur yang Kosong

Terbangun pagi-pagi Kundang menyadari sisi tempat tidur sebelah kirinya kosong. Melongo ia memandangi kehampaan itu. "Bukankah tadi malam aku tidur dengan seorang bidadari di sisiku? Bukankah tadi malam kami bercinta dahsyat sekali?" gumunnya.

Kundang beringsut keluar dari kamar, jelas malas-malasan karena kebingungan. Sampai di geladak ia melihat langit cerah bukan main, beberapa awan yang terlihat nampaknya sangat jauh. Tidak ada tanda badai sedikitpun. "Ah, celaka! Kemana perginya istriku?" gumunnya.

Malin Kundang baru saja menikah dengan anak seorang saudagar di perantauan. Saudagar itu sudah tua renta dan membutuhkan sosok untuk menggantikannya, seorang menantu yang bisa menjaga anak perempuan satu-satunya sekaligus mampu menjalankan bisnisnya yang sudah besar.

Karena dasarnya saudagar itu, Datuk Batuah, adalah keturunan ningrat maka ia hanya bersedia bermenantukan orang ningrat juga. Itu sebabnya Kundang tidak pernah mengaku sebagai anak ibunya, seorang nelayan dari pulau kecil yang miskin. Ia mengaku sebagai kemenakan Datuk Rajo Base, seorang saudagar ningrat yang terbunuh oleh bajak laut. Karena Dt Rajo Base seluruh keluarganya terbunuh dalam peristiwa itu, tidak ada yang bisa menyangkal ceritanya.

Lagipula, tangan kanan Kundang di kapal ini, Malin Lagipau, mendukung cerita itu. Lagipau, seorang pembual dan anak ahli cerita keluarga Datuk Rajo Base kebetulan mengerti beberapa kebiasaan keluarga Datuk yang malang tersebut. (Tambah malang lagi sebenarnya nasib Dt Rajo Base karena namanya 'dijual' oleh Kundang untuk mendapatkan kekayaan dan istri yang cantik bukan main).

"Hei, Kundang nampaknya cuaca cerah hari ini!" suara Lagipau menggelegar tiba-tiba dari arah belakang.

Kundang tersentak dari lamunannya dan menoleh sigap. "Kau lihat istriku?" ujarnya.

"Ha ha ha ha. baru berapa malam kau bersamanya, masa' sudah kehilangan. Suami macam apa kehilangan istrinya?" ejek Lagipau.

"Jangan meledek aku kau, keparat" kata yang terakhir itu diucapkannya berbisik, tapi tidak cukup berbisik sehingga Lagipau juga mendengarnya.

"Kau sebut aku apa?" ujar Lagipau. "Tak tahu diuntung kau, jika bukan karena aku kau tidak akan jadi apa-apa... anak nelayan, peminta-minta! Puih!" Lagipau naik pitam.

Apa yang menyebabkan kedua laki-laki ini begitu cepatnya naik darah? Entah. Mungkin karena sebenarnya keduanya menyukai anak wanita Datuk Batuah. Ketika kemudian Lagipau menantang Kundang untuk pergi ke daerah pulau tempat ibunya tinggal dan berkunjung kesana, Kundang segera menjawab tantangan itu.

Ia sudah cukup panas sehingga lupa kisah yang diramalkan, bahwa jika ia pergi ke tempat ibunya ia tidak akan lagi mengenali wajah perempuan tua itu. Kemudian karena dianggap durhaka ia akan dikutuk menjadi batu.

Sementara itu, dalam perjalanan, Kundang tidur sendir. Sisi tempat tidur itu selalu kosong, karena anak gadis Dt Batuah lebih menyukai Lagipau yang pandai mendongeng daripada Kundang.

No comments: